1. perbatasan wilayah negara RI perjanjian dan permasalahan yang ada
PERBATASAN WILAYAH RI, PERJANJIAN DAN PERMASALAHAN YANG ADA
Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan 10 negara, baik
perbatasan darat maupun perbatasan laut. Batas darat wilayah Republik
Indonesia bersinggungan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua
New Guinea, dan Timor Leste.
Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat provinsi
dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik
berbeda-beda. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10
negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina,
Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua New Guinea.
Di antara wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga,
terdapat 92 pulau-pulau kecil. Ada 12 pulau-pulau kecil yang menjadi
prioritas pengelolaan karena mempunyai nilai yang sangat strategis dari
sisi pertahanan keamanan dan kekayaan sumber daya alam. 12 Pulau-Pulau
Kecil Terluar (PPKT) tersebut adalah Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala
di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di Kepulauan Riau, Pulau
Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Sulawesi Utara, Pulau Fani,
Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta Pulau Dana dan Batek di
Nusa Tenggara Timur.
Kawasan-kawasan perbatasan tersebut memegang peranan penting dalam
kerangka pembangunan nasional. Kawasan perbatasan dalam perkembangannya
berperan sebagai beranda Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
merupakan cermin diri dan tolok ukur pembangunan nasional. Kedudukannya
yang strategis menjadikan pengembangan kawasan perbatasan salah satu
prioritas pembangunan nasional.
Survei mengenai penetapan Titik Dasar atau Base Point telah
dilaksanakan oleh Dishidros TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995 dengan
melakukan Survei Base Point sebanyak 20 kali dalam bentuk survei
hidro-oseanografi. Titik-titik Dasar tersebut kemudian diverifikasi oleh
Bakosurtanal pada tahun 1995-1997.
Pada tahun 2002, Pemerintah RI menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002, tentang “Daftar Koordinat Geografis
Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia”, di mana di dalamnya
tercantum 183 Titik Dasar perbatasan wilayah RI. Namun demikian,
terlepas dari telah diterbitkannya PP 38 Tahun 2002, telah terjadi
perubahan-perubahan yang tentunya mempengaruhi konstelasi perbatasan RI
dengan negara tetangga seperti Timor Leste pasca referendum dan status
Pulau Sipadan-Ligitan pasca keputusan Mahkamah Internasional.
Di samping itu, patut pula dipertimbangkan untuk melakukan penge-cekan ulang terhadap pilar-pilar yang dibuat pada saat
Survei Base Point
yang dilakukan pada sekitar 10 tahun lalu. Monumentasi ini perlu
dilakukan sebagai bukti fisik kegiatan penetapan yang telah dilakukan
serta menjadi referensi bila perlu dilakukan survei kembali di masa
mendatang.
Hingga saat ini terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara
Indonesia dengan negara tetangga yang masih belum diselesaikan secara
tuntas. Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut batas
fisik yang telah disepakati namun juga menyangkut cara hidup masyarakat
di daerah tersebut, misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan lain
di sekitar wilayah perbatasan.
RI – Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di
wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka
dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis
batas landas kontinen antara kedua negara (
Agreement Between
Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating to
the delimitation of the continental shelves between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di
Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi
dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun
untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut
China Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah,
yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan
Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan Singapura. Karang ini
terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak
kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia
maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3
mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan
Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan,
hingga saat ini masih dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut
Sulawesi, Indonesia menghendaki perundingan batas laut teritorial
terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak
Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus dilakukan dalam
satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE
dan Landas Kontinen.
Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan
Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut
teritorial kedua negara.
RI – Thailand
Indonesia dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di
Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah
diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan
tersebut merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut
Andaman.
Selain itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen
antara tiga negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan
di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah
diratifikasi dengan Keppres Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.
RI – India
Indonesia dan India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen
di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan
Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau
Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen
di New Dehli pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan
Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman dan Samudera
Hindia.
Perbatasan tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah
diselesaikan, terutama batas landas kontinen di daerah barat laut
sekitar Pulau Nicobar dan Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi
pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun
1978. Namun demikian kedua negara belum membuat perjanjian perbatasan
ZEE.
RI – Singapura
Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah
dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai
batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan
Undang-undang Nomor 7 tahun 1973.
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut
teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan
menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi
wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Si-ngapura
bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia.
Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura
memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan
Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur,
terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).
RI – Vietnam
Perbatasan Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai
kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002.
Akan tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh
Indonesia. Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian
perbatasan ZEE di Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua
negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi (perundingan
ke-3).
RI – Philipina
Perundingan RI – Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan
secara bergantian setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di
Manado tahun 2004, Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi status
Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir penentuan garis batas maritim
Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam.
Indonesia menggunakan metode
proportionality dengan memperhitungkan
lenght of coastline/ baseline kedua negara, sedangkan Philipina memakai metode
median line. Untuk itu dalam perundingan yang akan datang kedua negara sepakat membentuk
Technical Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis opsi-opsi yang akan diambil.
RI – Palau
Perbatasan Indonesia dengan Palau terletak di sebelah utara Papua.
Palau telah menerbitkan peta yang menggambarkan rencana batas “Zona
Perikanan/ZEE” yang diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah
Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan Indonesia yang
melanggar wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena jarak
antara Palau dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada
daerah yang
overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29
Februari – 1 Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
RI – Papua New Guinea
Perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak
22 Mei 1885, yaitu pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara
sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris
pada tahun 1895 dan antara Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973,
ditetapkan bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara sampai dengan
Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur timur, mengikuti Sungai Fly
dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’ 10” bujur timur
sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas,
penegasan garis batas dan lainnya, melalui pertemuan rutin antara
delegasi kedua negara. Masalah yang perlu diselesaikan adalah batas ZEE
sebagai kelanjutan dari batas darat.
RI – Australia
Perjanjian Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang
dibuat pada 9 Oktober 1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di
selatan Timor Leste. Perbatasan Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu
menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier serta Pulau Christmas telah
disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 14
Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi. Mengenai batas
maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan yang
ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.
RI – Timor Leste
Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum
pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat
terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim. Dengan belum
selesainya batas maritim kedua negara maka diperlukan langkah-langkah
terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas masalah
perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (
enclave) Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanya
entry/
exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste.
Sumber :
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/183-diplomasi-februari-2013/1598-permasalahan-di-perbatasan-ri.html
Opini:
Menurut saya Indonesia adalah negara yang sangat luas dan terkaya
akan sumber daya alamnya, namun disini Indonesia masih masih belum bisa
mengelola sumber daya yang ada di indonesia dengan baik, seperti yang
telah di jelaskan diatas Indonesia merupakan negara yang sangat luas,
mungkin karena luasnya Indonesia sampai-sampai kita sebagai rakyat
sekaligus penduduk yang ada di Indonesia tidak tahu nama-nama pulau yang
ada di Indonesia. jangan kaget jika kita sering terjadi konflik
permasalahan wilayah dengan negara-negara lain seperti yang disebutkan
diatas itu tasi dikarenakan wilayah Indonesia yang sangat luas. oleh
karena itu kita harus menjaga dan mengelola setiap sumber daya alam yang
ada di indonesia, jangan sampai anak dan cucu kita tidak dapat
merasakan begitu luas dan indahnya negara Indonesia ini mulai dari
budaya, suku, pulau, adat istiadat dan sebagainya.
2.POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA
-
POTENSI GEOGRAFIS
INDONESIA
Indonesia
merupakan negara yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah. Hutan,
sungai, maupun lautnya memiliki potensi melimpah. Sayangnya, potensi ini sangat
minim tergali.
Hal yang
juga menjadi persoalan dari penggalian potensi ini adalah masih minimnya
peneliti lokal yang melakukan riset atas berbagai potensi alam Indonesia.
Potensi-potensi ini justru tergali dan ditemukan oleh para peneliti asing.
Akibatnya, ketika temuan ini dipatenkan pihak asing maka bangsa ini kembali
harus kehilangan ‘kekayaannya’.
-
Hubungan Geografi dan
Ekonomika
Tumbuhnya
kesadaran mengenai terbatasnya daya penjelas teori-teori lokasi yang
tradisional dalam menganalisis geografi ekonomi telah mendorong munculnya
paradigma baru yang disebut geografi ekonomi baru ( new economc geography atau
geographycal economics ) ( Fujita dan Thisse, 1996 ).
Paul
Krugman, mahaguru dari Massachusetts Institute of Technology, telah membuka
misteri ( black box ) eksternalitas ekonomi dan secara eksplisit memasukan
dimensi spasial dan semangat ‘proses kumulatif’ dalam deskripsi pembangunan
perkotaan dan regional ( krugman, 1996 ). Krugman menjelaskan mengapa terjadi
konsentrasi spasial di kota-kota besar negara sedang berkembang.
Hal yang
terjadi adalah terjadi perbedaan atas pembangunan daerah tidak terbatas pada
struktur industri dan eksternalitas. Namun, perbedaan diperluas pula pada
pernyataan transaksi yang tidak melaluli pasar dan cara bagaimana meningkatkan
kekuatan produsen besar dikaitkan dengan lokalisasi industri secara kontemporer
( Martin dan Sunley, 1996 )
Singkatnya ,
paradigma baru yang muncul dalam analisis spasial adalah mengkombinasikan
pendekatan ilmu ekonomi dan geografi atau disebut geografi ekonomi. Ilmu
ekonomi arus utama ( mainstream economics ) memang cenderung mengabaikan
dimensi “ruang” atau “spasial”.
Dengan kata
lain, ekonomi arus utama cenderung aspasial ( spaceless ). Ini terlihat dari
inti analisis ekonomi konvensional yang cenderung menjawab pertanyaan ekonomi
seputar what to produce, how to produce, dan for whom to produce. Namun
geografi sendiri itu cenderung membahas where to produce dan why to produce.
Aspek-aspek
spasial tetap merupakan blind spot bagi mayoritas ekonomi karena ketidak mampuan
para ekonom untuk menciptakan model yang menjelaskan berbagai macam aspek
lokasi industri ( Krugman, 1995: 31-7 ). Sementara itu, geografi merupakan
studi mengenai pola spasial diatas permukaan bumi, yang menjawab pertanyaan
where ( dimana aktifitas manusia berada ) dan why ( mengapa lokasi perusahaan
atau industri berada disitu ).
Dalam
perspektif geografi ekonomi, aspek pola spasial aktivitas ekonomi menjadi pusat
perhatian utama dengan digunakannya Sistem informasi Geografi dan Menjawab
pertnyaan sentral dalam ekonomi regional, yaitu “dimana” ( where ) lokasi
industri berada dan “mengapa” ( why ) terjadi konsentrasi geografi industri
manufaktur.
Peranan
wilayah subnasional, yaitu apakah kabupaten atau kota yang mempengaruhi lokasi
aktivitas ekonomi, tampaknya semakin penting dalam studi geografi ekonomi.
Ohmae menjelaskan bahwa dalam dunia tanpa batas, region state akan menggantikan
negara bangsa (national state) sebagai pintu gerbang untuk memasuki
perekonomian global (Ohmae, 1995).
-
Potensi Geografis dan
Karakteristik Spasial Indonesia
Sumberdaya
wilayah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara keruangan,
kelingkungan maupun kewilayahan. Sebagai negara kepulauan yang luas dengan
jumlah pulau yang banyak memiliki sumberdaya laut (marine resources) dan
daratan (land resources) yang perlu dikelola secara terintegrasi. Aspek
klimatologi, geologis/ geomorfologis, hidrologis, biotis dan manusia serta
sosio kulturnya yang beragam sangat penting dikaji dalam mengelola sumbedaya
wilayah untuk kesejahteraan bangsa.
Selain
tinjauan aspek lingkungan dan kebencanaan alam yang terjadi disetiap wilayah
provinsi, kabupaten/kota perlu dijadikan kriteria dalam perencanaan pembangunan
(pengembangan industri) wilayah dan implementasinya. Sebagai negara tropis,
visi pembangunan di Indonesia perlu memantapkan diri sebagai Negara pertanian
yang kuat melalui konsep agro produksi, agroindustri, agrobisnis, agroteknologi
dan agrososio kultur serta tourisme.
Pendekatan
ini dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam bila dikelola
dengan baik sesuai dengan daya dukung lingkungan, oleh karena itu pembangunan
nasional kedepan diutamakan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan
penguasaan IPTEKS untuk kehidupan. Pengelolaan sumberdaya wilayah/ ruang
berkelanjutan dapat dicapai dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekologi
ekonomi, manajemen sumberdaya dan lingkungan, keberlanjutan teknologi dan sosio
kultur.
1. Potensi Geografis Indonesia
Negara
Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 13667 pulau
dengan 5 pulau besar, berbatasan dengan laut Andawan, China Selatan, Malaysia,
Phillipina dan Samudera Pasifik, Hindia dan Australia. Bentang alam di daratan
barat mempunyai perairan dangkal (Dangkalan Sunda), daratan timur mempunyai
perairan dangkalan (Dangkalan Sahul) dan cekungan tengah memiliki perairan laut
dalam dengan beberapa palung laut.
Daratan
Indonesia sebagian besar kelanjutan dari jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan
jalur Sirkum Mediteran. Dataran rendah dan luas ada di Sumatera, Kalimantan,
Irian Jaya dan Jawa. Terdapat gunung api aktif sekitar 200 dan yang 70 berada
di Pulau Jawa. Selain hasil erupsi gunung api yang memberikan lahan subur pada
lerengnya, juga ada resiko bencana gunung api. Sungai-sungai dan muara juga
terdapat di pulau-pulau besar yang potensial dikelola untuk kehidupan demikian
danau-danau besar di Sumatera, Sulawesi, Jawa, Kalimantan. Diperkirakan sekitar
7.623 pulau di Indonesia belum punya nama (ensiklopedia Indonesia seri
Geografis, 1997).
Potensi
flora di Indonesia beragam sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Tumbuhan
terdapat pada zona elevasi < 700 m, 1.500 – 2.500 m dan diatas elevasi 2.500
m dpal. Sebaran flora mulai dari kawasan pantai, dataran rendah dan berawa,
lereng kaki gunung hingga pegunungan. Demikian corak fauna yang beragam dan
khas (corak Australia).
Penduduk
yang beragam suku dan bahasanya serta agama terdapat di wilayah Indonesia yang
diperkirakan 300 kelompok etnik (suku bangsa). Ratusan bahasa lisan (daerah) di
jumpai di Indonesia, sedangkan bahasa resmi adalah bahasa Indonesia. Beragam
seni dan budaya yang dimiliki oleh berbagai kelompok etnik tersebut.
Berdasarkan
kondisi geografis tersebut dan kehidupan sejak jaman kerajaan, maka urutan
potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah meliputi:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Perikanan
5. Peternakan
6. Pariwisata
7. Pertambangan
8. Industri dan jas
9. Perdagangan
2. Karakteristik Spasial Potensi Geografis
Pembangunan
wilayah pengembangan industri ditinjau dari aspek spasial dan sektoral di
Indonesia perlu memperhatikan zona potensi geografis yang merupakan pendekatan
spasial-ekologikal untuk menuju kesejahteraan rakyat. Pemecahan masalah
pembangunan dan upaya memajukan rakyat dapat dikelompokkan atas 5 (lima)
tipologi wilayah pembangunan geografis yaitu:
1. Wilayah
dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia yang banyak
seperti Pulau Jawa dan Bali.
2. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia
sedikit seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi.
3. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia terlalu banyak
seperti Jakarta dan kota – kota besar lainnya.
4. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia sedikit
seperti Nusa Tenggara dan Maluku.
5. Wilayah dengan sumberdaya alam yang belum diketahui potensinya dan belum ada
manusianya seperti pulau-pulau kecil yang belum dihuni.
Dengan
zonasi potensi geografis, maka pembangunan (pengembangan industri) sektoral
dapat diarahkan terutama untuk pembangunan di kawasan tertinggal seperti pada
zona Maluku dan Nusa Tenggara. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dapat
diarahkan agar resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam di tiap zona
tersebut dapat dikendalikan.
Konsentrasi Spasial di Indonesia
Salah satu
ciri yang menonjol dari perkembangan industri di Indonesia adalah semakin
terbuka dan semakin berorientasi ekspornya dalam sektor manufaktur.
Pembangunan
industri dan aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa
terakhir cenderung bias ke pulau Jawa dan sumatra. Karena industri manufaktur
Indonesia cenderung terkonsentrasi secara spasial di jawa sejak tahun 1970-an
(aziz, 1994; Hill, 1990). Pulau jawa menyumbang sekitar 78-82% tenaga kerja
yang bekerja disektor industri Indonesia dari tahun 1976-2001. Pulau Sumatra
menyerap 12% kesempatan kerja disektor indistri. Kalimantan dan pulau-pulau
lainnya di kawasan timur Indonesia memainkan peran yan relatif minoritas dalam
sektor industri manufaktur.
Dari
pernyataan di atas membuktikan bahwa pengelompokan industri dan orientasi
ekspor secara spasial telah terjadi dalam tingkat yang fantastis di pulau Jawa
dan Sumatra di bandingkan pulau lain di Indonesia.
Ketekaitan
antara kawasan industri, pelabuhan, dan penduduk dengan kecenderungan lokasi
industri manufaktur berorientasi ekspor. Wahyudin (2004: bab 4) menemukan bahwa
koefisien korelasi antara industri manufaktur berorientasi ekspor dan luas
kawasan industri menunjukan angka terbesar, kemudian diikuti oleh pelabuhan dan
penduduk. Dengan kata lain, industri yang berada di kawasan industri kebanyakan
merupakan industri berorientasi ekspor.
Dalam
pengembangannya, industri hanya berkembang di kawasan yang padat penduduk
seperti Jawa dan Sumatra. Yang jadi pertanyaan besar apakah pulau-pulau lain di
indonesia selain tidak akan berkontribusi banyak dalam hal pengembangan
industri?
Kita tahu
indonesia terkenal dengan sebutan negara maritim dimana secara geografis daerah
yang berbasis maritim memiliki luas lautan lebih dominan dari pada pulau
daratannya. Contohnya Provinsi Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau dan Bangka
Belitung.
Pada
hakikatnya aktivitas ekonomi adalah arus kausalitas dari tiga hal yakni
Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Dari sinilah seharusnya pembangunan ekonomi
nasional dalam hal pengembangan industri dapat di mulai, di tata, di regulasi
dan distimulasi hingga akhirnya membawa pada kemajuan negeri. Meningkatkan daya
saing pada ranah ekonomi hakikatnya adalah menguatkan tiga arus ekonomi
tersebut. Yang terpenting di perhatikan adalah dengan posisi, kemampuan,
peluang dan tatangan dunia dewasa ini apakah yang dapat di upayakan demi
menjapai kemandirian dan keunggulan daya saing Indonesia.
Dengan
memperhatikan letak geografi pengembangan industri tersebut, maka sebenarnya
tidak ada masalah untuk mendirikan suatu industri di kawasan atau di pulau mana
pun, yang apaling penting dari pengembangan industri ini adalah tersedianya
bahan baku atau sumber daya yang akan di olah oleh masing-masing produksi.
Coba
bayangkan jika para pengembang industri dalam pengembangannya memperhatikan
aspek geografi dengan memperhatikan lingkungan sekitar dan sumber daya yang
dapat diolah maka akan terjadi pemerataan industrialisasi di seluruh Indonesia.
Tidak hanya Jawa dan Sumatra yang mengumbang besar dalam sektor industri namun
pulau-pulau lain pun harus memeratakan kontribusinya dalam menyumbang
industrialisasi, salah satu cara untuk pemerataan industrialisasi adalah dengan
mendorong pengembangan industri didaerah yang masih belum optimal untuk
dijadikan daerah pengembang industri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang
tersedia.
Sumber : DAFTAR
PUSTAKA
* Kuncoro, Mudrajat. Ekonomika Industri Indonesia “Menuju Negara Industri Maju
2030”, Andi Yogyakarta. Yogyakarta, 2007
* Worosuprodjo, Suratman. “Mengelola Potensi Geografis Indonesia Untuk
Pembangunan Wilayah Berkelanjutan”.
* Rafiq Iskandar, Zulfa. ”Pembangunan Ekonomi Kelautan Indonesia”. Blog http://www.wordpress.com. 2009
Idris, Fahmi. ”Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Nasiona”. Artikel http://www.setneg.go.id. 200
sumber : http://aziz27.wordpress.com/2009/11/05/pengembangan-industri-dan-potensi-geografi-indonesia/
-
Opini :
Keindahan
alam dan keanekaragaman yang di miliki Indonesia saja bisa menjadi daya tarik
tersendiri bagi penduduk dunia, dari sini indonesia bisa mendatangkan Wisatawan
Asing maupun Lokal untuk berkunjung dan berwisata di Indonesia, ini akan
menjadi masukan luar biasa dari sektor pariwisata untuk meningkatkan roda
perekonomian masyarakat dan penduduk sekitar, juga menambah devisa Negara.
belum lagi potensi pendapatan dari sektor migas dan pertambangan, rasanya
sangat tidak mungkin Indonesia di sebut Negara miskin.
Letak
geografis Indonesia juga berada di posisi strategis yaitu di antara benua asia
dan Australia serta di apit oleh dua Samudra, Hindia dan Pasifik. Dari posisi
geografis ini memungkinkan Indonesia menjadi persimpangan lalu lintas dunia
juga sebagai titik persilangan Negara-negara industri dan Negara yang sedang berkembang
seperti RRC,Jepang,Korea,dengan Negara di Asia,Afrika,juga Eropa.
Dari letak
astronomis dan geografis ini saja, Indonesia sudah sangat di untungkan,
seharusnya Indonesia lebih bisa memaksimalkan potensi strategis lain, demi
meningkatkan perekonomian yang saat ini pasang-surut. Kita tahu saat ini krisis
ekonomi global sedang menghantui Negara maju tapi hal itu tidak berdampak
signifikan pada pertumbuhan perekonomian Indonesia justru Indonesia harus bisa
ngengambil keuntunagan dari krisis global tersebut dengan mendatangkan Investor
demi meningkatkan ekonomi Nasional.
3.
DEMOKRASI
APA ITU PEMILU ?
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para
pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan
yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai
tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu
dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua
kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.Sistem pemilu
digunakan adalah asas luber dan jurdil
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap,
yaitu:
* Tahap
pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada
tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
* Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
UU YANG MENJADI DASAR PELAKSANAAN ?
Berikut adalah beberapa
Undang-Undang Negara Republik Indonesia yang menjadi dasar hukum pelaksanaan
HKI di Indonesia :
Undang-Undang Paten
Undang-Undang Merek
Undang-Undang Hak Cipta
Undang-Undang Desain Industri
- UU nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri
Undang-Undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang-Undang Rahasia Dagang